Jilbab Saya, Anda, dan Mereka
Beberapa hari yang lalu seperti biasanya saya ke kampus dengan angkutan umum. Sesaat setelah duduk di bangku angkutan umum, seorang ibu yang memangku anaknya bertanya pada saya, “Dimana dek beli jilbab kayak ini?”, sambil tangan ibu itu menyentuh jilbab yang saya pakai dengan bordiran bunga di pinggirnya. Saya jawab apa yang beliau tanyakan, lengkap beserta tempat-tempat alternatif yang menjual jilbab sejenis. Kemudian ibu itu berkata, “Kakak senang liat orang pake jilbab panjang, enak diliat, nyaman, udah itu cantik lagi, jadi kakak pengen pake jilbab yang panjang”. Saya sangat terkejut mendengar ungkapannya, sekaligus bahagia.
Jilbab saat ini bukanlah hal yang asing lagi seperti dahulu layaknya, bahkan sebagian besar muslimah mengenakan jilbab walaupun berbeda persepsi tentang jilbab itu sendiri. Ada yang karena kewajiban kampus, sekolah, mode, tapi ada pula yang memang karena itu adalah kewajiban seorang muslimah. Banyak orang mengatakan jilbab tidaklah wajib. Saya sepakat dengan itu. Yang wajib adalah menutup aurat. Mau pakai kain, wol, atau karung goni sekalipun itu adalah hak masing-masing.
Sedikit pengantar dari saya, apa saja batasan menutup aurat? Di dalam surat An-nisa ayat 31 dan Al-ahzab ayat 59 disebutkan bahwa seorang wanita yang beriman hendaknya menahan pandangannya, memelihara kemaluannya, tidak menampakkan perhiasan kecuali yang lazim tampak, dan menutupkan kain ke seluruh tubuh dan dada. Hal ini menunjukkan kepada muslimah bahwa batasan aurat adalah seluruh tubuh, kecuali wajah dan telapak tangan (sesuai dengan hadist Rasulullah saw). Lalu batasan penutup aurat itu seperti apa? Penutup aurat yang syar’i adalah yang menutup aurat, tidak membentuk tubuh, tidak transparan, dan tidak menyerupai pakaian laki-laki. Mungkin anda dapat membahas lebih lanjut masalah menutup aurat secara mendalam dalam kajian-kajian atau diskusi yang lebih fokus.
Yang ingin saya fokuskan dalam tulisan kali ini adalah tentang jilbab lebar. Mengapa jilbab lebar? Selain pakaian yang longgar dan tidak membentuk tubuh, tentu saja jilbab yang sesuai kaidah syar’i tadi adalah jilbab yang panjang dan lebar. Saya tidak bermaksud untuk mendiskriminasikan muslimah yang belum berjilbab maupun yang masih berjilbab pendek. Tulisan ini saya maksudkan untuk membuka hati dan wacana berfikir kita tentang jilbab dan persepsi masyarakat tentang jilbab lebar.
Kalau dulu era 80 sampai 90-an, jilbab merupakan barang asing dan dilarang, bahkan masyarakat merasa risih dan takut bila berdekatan dengan muslimah yang berjilbab lebar, walaupun tidak semua yang beranggapan seperti itu. Namun sekarang, di era yang katanya era reformasi, era terbuka dan bebas, jilbab bukanlah hal asing lagi. Masyarakat sudah dominan menerima jilbab, termasuk jilbab lebar. Seperti kejadian yang saya alami, bahwa masih banyak ternyata masyarakat yang senang dengan jilbab lebar.
Saya melihat fenomena sekarang bahwa banyak para muslimah berjilbab lebar mulai memendekkan jilbabnya hanya karena alasan tuntutan keadaan agar diterima di masyarakat. Mari kita lihat lebih jauh, apakah sekarang orang masih memandang sinis dengan jilbab lebar? Saya rasa tidak begitu lagi, kalaupun ada itu hanya satu dua saja. Dan itu bukanlah suatu masalah yang berarti. Alhamdulillah jilbab saya lebar dan saya bahagia dengan itu. Bagaimana dengan jilbab anda? Bagaimana dengan jilbab mereka?
Bagi anda yang berjilbab lebar, pertahankanlah. Lihatlah masyarakat begitu rindu melihat sosok muslimah yang berjilbab lebar, enak dipandang, dan menyejukkan mata. Bagi anda yang berjilbab pendek, ayo jangan malu dan ragu untuk memanjangkannya dan merapikan pakaiannya, insya Allah akan lebih baik dan lebih nyaman. Bagi anda yang belum berjilbab, ayo segeralah tutup aurat dan kenakan jilbab yang rapi. Kalaupun masih belum rapi, insya Allah semua ada prosesnya sehingga suatu saat penutup aurat itu akan segera rapi. Kepada mereka yang belum menutup aurat, yang belum rapi jilbabnya, ayo mari kita rangkul mereka sehingga mereka juga dapat merasakan betapa indahnya menutup aurat dengan rapi. Tentu saja semua akan lebih baik jika diiringi dengan akhlak yang baik dan memaksimalkan berbagai potensi yang kita miliki.
Ibarat sebuah anekdot tentang buah mangga. Mangga yang dijual di pasar tradisional atau kaki lima tentu akan dijajakan secara terbuka. Setiap calon pembeli yang datang akan melihat mangga yang ingin dibeli. Tak jarang ada yang memegang, mencium, dan memijit mangga yang ada dihadapannya. Orang lain pun akan melakukan hal yang sama, sampai suatu saat mangga itu akan bonyok dan lembek. Lain hal dengan mangga yang dijual di dalam toko atau supermarket. Ia akan dibungkus dengan rapi, lalu dipajang di dalam lemari pendingin dengan kaca di sekelilingnya. Calon pembeli hanya sekedar melihat dan memegang, dan itupun jarang dikembalikan, biasanya kalau sudah dipegang akan langsung dibeli. Jarang mereka mencium atau memijit mangga di etalase karena yang mereka lihat hanyalah mangga yang bagus mutunya (walaupun tidak semua yang seperti itu)
Sekarang, kita ingin seperti apa? Mangga yang bonyok atau yang di etalase? Tentu saya, anda dan mereka tidak ingin menjadi mangga. Sebuah analogi yang kurang pas sebenarnya, tapi tidak salah bukan jika kita memilih mangga yang lebih baik kondisinya?
Created by : Hanan2jahid, 010605 suatu malam yang membuka kembali keinginan untuk menulis
NB : Jazakumullah buat saudara-saudaraku yang memberi masukan untuk blog ini. Tentang tulisan jilbab ini sebenarnya judulnya agak kurang pas tapi biarlah. Mudah-mudahan bermanfaat. Buat adik, kakak, mbak, ibu, nenek, siapa saja yang merasa muslimah, yuk, segera kita tunaikan kewajiban kita menutup aurat dengan rapi, wangi syurga telah menunggu kita tuh. :)
7 comments
semoga saya bisa memperbaiki diri dengan membaca tulisan ini yah. Thanks
ReplyDeleteSetuju mbak Evi..:)
ReplyDeleteSemoga kita tetap istiqamah dalam menutup aurat:)
Bunda Shafiya
http://keluargazulkarnain.blogspot.com
Konsekuensi atas keimanan seseorang terhadap aqidah Islam ialah menjadikan apa yang menjadi keridhoaan Allah sebagai standardisasi kebaikan dalam hidupnya dan menjadikan kemurkaan Allah sebagai standardisasi keburukan bagi dirinya. Dengan kata lain menjadikan seluruh aturan Allah sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan.
ReplyDeleteAllah swt yang telah menciptakan kita, Allah swt pula yang mengetahui aturan mana yang terbaik bagi kita. Tak satu-pun hukum buatan manusia yang lebih baik melainkan hukum Allah swt (Qur’an dan Sunnah).
Selain perkara ibadah dan aqidah, setiap muslim wajib berpegang teguh dengan aturan Allah dalam ruang lingkup pribadi yang meliputi perkara akhlaq, pakaian dan sebagainya. Begitu pula dalam perkara mu’amalah, kita diwajibkan untuk tunduk dan patuh terhadap apa yang menjadi aturan Allah yang termaktub dalam hukum-hukum Syar’iyah. Sebab, dalam kaedah ushul fiqih, hukum asal perbuatan manusia adalah terikat dengan hukum syara. Oleh karena itu, apabila Allah perintahkan A maka tak ada alasan bagi kita untuk menolaknya.
Islam merupakan pandangan dan aturan hidup yang sempurna. Islam mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri (akhlaq, makanan, minuman, pakaian, dll), ber-mu’amalah (sistem pemerintahan, ekonomi, politik, pendidikan, pidana, dll) dan perkara aqidah dan ‘ubudiyah. Semua aturan ini wajib dita’ati. Sejauh apa keta’atan kita terhadap aturan Allah inilah wujud (parameter) keimanan kita.
Oleh karena itu, ketika Allah memerintahkan kaum muslimah untuk menutup aurat, tak ada lagi alasan untuk menolak dan menunda-nunda apa yang telah Allah syari’atkan. Kaum muslimah semestinya menyadari bahwa menutup aurat adalah bukti ketundukan mereka terhadap atutan-aturan guna meraih keridhoan Allah.
Ketika kita telah bersumpah untuk ta’at dan patuh terhadap aturan Allah, maka ayat ini telah dapat kita jadikan sebagai panduan dalam menjalankan syari’at Allah dalam hal berpakaian bagi kaum muslimah.
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS. An-Nuur : 31).
Begitu pula firman Allah :
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. Al-Ahzab:59).
Kalau mengenai jilbab pendek atau panjang, secara pribadi saya lebih ‘menyukai’ para akhwat (kaum muslimah) yang memakai jilbab lebar.
Sebagai mana ukhti Evi sampaikan di atas, masyarakat memang begitu rindu melihat sosok muslimah yang berjilbab lebar, alasannya : enak dipandang, dan menyejukkan mata. Akan tetapi mana kala seorang ukhti berjilbab lebar, semoga niatnya bukan hanya karena enak dipandang dan menyejukkan saja, melainkan sebagai bukti ketundukan seorang muslimah terhadap apa yang telah menjadi hukum-hukum Allah.
Semoga kesadaran umat (khusunya kaum muslimah) untuk menutup aurat, berpakaian yang tidak membentuk tubuh, tidak transparan, tidak menyerupai pakaian laki-laki, dan tidak seksi, semakin meluas. Artinya, semakin meningkat kesadaran umat untuk tunduk dan patuh terhadap apa yang telah menjadi aturan Allah.
Wahai para muslimah, mari tunduk dan patuh terhadap hukum Qur’an dan Sunnah! Mari kita retas jalan perjuangan menegakkan syari’ah dalam naungan Daulah Khilafah! Hanya syari’ah yang dapat mengantarkan kita menuju kebahagiaan sejati di dunia dan akhirat. ;-)
Afwan... lupa nyertakan identitas saat komen tadi.. :-P
ReplyDeletemo juga ..nih
ReplyDeletenyari istri yang jilbab lebar..:)
mba evy, tulisannya mengingatkan saya sm permintaan suami,saya tuh dulunya pake jilbabnya bisa dibilang asal,alhamdulillah dpt suami yg ngerti,trus kerjaannya dicerewetin soal jilbab panjang sejak awal nikah,alhamdulillah sekarang dah mulai berubah....makasih yaaa nice posting!
ReplyDeleteSaya juga tiap hari pakai jilbab lebar, ndak ada masalah tuh. Malah saya nyaman sekali www.theblogger.net/jilbab
ReplyDelete