Hafalan Al-Qur'an dalam Keluarga

By hanan2jahid - November 14, 2005


Beberapa bulan yang lalu, Ustadzah Yoyoh Yusro salah satu anggota dewan dari fraksi PKS memberikan sebuah ceramah yang cukup menarik tentang bagaimana sebuah keluarga menjadi keluarga dakwah yang mencetak generasi-generasi yang mampu menggantikan dan mengisi kekosongan-kekosongan dalam sebuah peradaban.
Beliau banyak menyinggung tentang hafalan al-qur’an dalam diri aktivis dakwah dan keluarga para aktivis. Beliau bercerita tentang para ummahat dari Palestina yang datang ke Indonesia, bahwa ketika mereka berbicara di depan umum, mereka selalu ta’aruf dengan menyebutkan nama, status, dan berapa juz hafalan Al-qur’annya. Dan subhanallah, rata-rata mereka telah hafal 30 juz Al-qur’an, sementara kita ketahui bersama bahwa Palestina adalah negara yang selalu dihujani konflik, bom, dan tembakan di mana-mana bahkan untuk sholat pun nyawa menjadi taruhannya, namun mereka mampu menjadi hafidzhoh yang handal bahkan anak-anak mereka pun demikian. Sedangkan di Indonesia masih bisa kita hitung para penghafal Al-qur’annya, padahal kalau menurut saudara-saudara kita di luar Indonesia, Indonesia itu ibarat “Syurga Dakwah”, sebuah negara mayoritas muslim dan islam bertebaran di mana-mana, kita merdeka dalam melakukan ibadah, fasilitas lengkap, dan kondisi sangat mendukung untuk menjadi para penghafal, tetapi kenyataannya sangat jauh dari yang diharapkan.

Baru-baru ini Ustadzah memberikan ceramahnya dengan lebih spesifik, bagaimana sebuah keluarga aktivis dakwah mampu memelihara hafalan Al-qur’an baik antara suami, istri, dan anak-anaknya. Point penting dari ceramah ustadzah adalah sebagai berikut :

1. Al-qur’an tidak akan mendekat pada orang yang menganggapnya sulit, so hendaknya kita
mempunyai perspektif bahwa menghafal Al-qur’an itu tidak sulit
2. Suami bertanggungjawab untuk meningkatkan bacaan dan hafalan al-qur’an sang istri
3. Para istri harus rajin setor hafalan pada suami baik dalam keadaan susah maupun senang
4. Kewajiban pada Allah konsisten dilaksanakan, maka Allah pasti memberi kemudahan
karena sayang Allah pada seorang hamba lebih sayang daripada seorang ibu pada anaknya
5. Tidak ada halangan bagi mereka yang tinggal di negara yang mayoritas nonmuslim untuk
hafal Al-qur’an
6. Para suami juga harus menjaga hafalannya
7. Allah Maha Tahu tentang keinginan-keinginan kita, maka kalau kita ingin kita dan anak
kita hafal alquran, insyaAllah Allah akan mengabulkan do’a-do’a kita
8. Melatih anak-anak untuk menghafal Al-qur’an sejak masih kecil, dimulai dengan surat-
surat pendek terlebih dahulu, cara menghafal dapat disesuaikan dengan kondisi anak, bisa sambil mendengar vcd Al-qur’an atau dengan cara permainan, semua tergantung sang Ibu yang mendidiknya
9. Shalat tepat waktu karena waktu kita akan menjadi berkah
10. Bangun malam untuk melakukan shalat qiyamul lail
11. Shalat subuh dan ashar tepat waktu, karena pada waktu-waktu tersebut malaikat
mendoakan kita
12. Apa yang bisa kita berikan untuk dakwah ini, maka Allah akan memberi keberkahan

Demikianlan point penting dari ceramah beliau. Sungguh, sebuah tulisan tak akan ada manfaatnya jika hanya sekedar ditulis dan dibaca melainkan diaplikasikan dalam kehidupan kita. InsyaAllah.

Created by : Hanan2jahid. Dhuha. Indonesia. Kita pasti bisa menjadi hafidzhoh, insyaAllah :)

NB : Subhanallah, sangat dekat dengan kehidupan kita. Mari kita memotivasi diri kita untuk meningkatkan hafalan Al-qur’an kita, karena suatu saat kita akan berkata dengan lantang di hadapan orang banyak bahwa “Aku hafidzhoh” (niatnya jangan riya ya, sekedar memotivasi :D) dan menjadikan Al-qur’an sebagai pedoman hidup kita dalam setiap arah perjuangan. Masa kalah sih dengan mereka (nonmuslim) yang menguasai kitab mereka? We will do it, won’t we? :)

  • Share:

You Might Also Like

3 comments

  1. Assalamu'alaikum wr. wb.

    Hanan

    ReplyDelete
  2. maksud saya, tulisannya bagus, aplikatif
    cuman gak ada tips buat yang belum berkeluarga nih..

    ReplyDelete
  3. Anonymous5:53 PM

    Dalam membaca Al-Quran, Insya Allah kuncinya hanya pasrah dan berserah diri atas segala keterbatasan kita dan memohon dengan segala kerendahan hati dan diri kehadapan-Nya agar dapat memperoleh pemahaman yang sempurna (sebatas keridhoan-Nya). Bukankah dalam membaca Al-Quran itu harus tartil, perlahan, karena sesungguhnya persoalan pemahaman Allah SWT yang menjaminya.

    ReplyDelete