Mama, sosok yang selalu ada dalam kehidupanku. Lautan kasih sayang dan cinta yang begitu luas. Telah kuteguk lautan itu seteguk demi seteguk. Hilang sudah dahaga ini manakala mama dengan senyumnya yang hangat dan kata-katanya yang bijak hadir di setiap permasalahanku. Mamaku yang dulu, yang masih dikaruniai Allah kesehatan dan kekuatan. Mama yang sanggup berjalan berkilo meter hanya dengan bekal tekad dan sebotol minuman.
Ah, mama.....Masih kuingat sorot mata mama yang penuh semangat hidup. Mama yang optimis, ceria, dan tidak mudah putus asa. Ya. Itulah mama yang dulu, yang masih sehat, kuat dan tegar.
Masih tergambar jelas dalam ingatanku saat-saat di mana mama harus melalui masa sakitnya. Teringat pula pertanyaan luguku pada ayah waktu itu, “Ayah, mama mau dibawa ke mana?”, tanyaku. “Ke rumah sakit, mama lagi sakit”, jawab ayah.
Itulah pertanyaanku saat SD dulu. Lugu. Mama sakit dan harus diopname. Kata dokter ada pengaruh depresi sehingga tidak bisa berfikir dan bekerja keras lagi. Mamaku sudah hampir 11 tahun ini sakit, harus tergantung dengan obat-obatan. Sakitnya bukanlah sakit fisik, karena bila dilihat sekilas fisik mama sangat segar dan sehat. Namun bagi yang memperhatikan dengan seksama, akan terlihat jelas kalau mama sakit. Sakit mama merupakan sakit mental dan fikiran, ada saraf yang terganggu. Secara batin mama sangat rapuh. Penyakitnya sebenarnya sederhana, aku tak tahu apa istilah kedokterannya, tapi karena penyakit itu mama menjadi sulit tidur. Kalau sudah tidak bisa tidur, mama akan banyak berfikir, memikirkan hal-hal yang tidak perlu, memikirkan omongan orang-orang, bahkan terkadang memvonis diri dan merasa menjadi orang yang bersalah terhadap orang lain. Kalau sudah begini, mama akan melakukan hal-hal yang tidak biasa dilakukan orang. Bahkan masih banyak dampak yang timbul dari sakitnya mama, terutama di keluarga kami.
Mama selama 11 tahun ini harus selalu menelan obat-obatan. Aku saja yang sakit demam selama 3 hari sudah bosan kalau harus minum obat, sedangkan mama, aku tak tahu harus bagaimana mama bersabar untuk menelan pil-pil itu. Clozaril, salah satu nama obat yang senantiasa ditelan mama, mampu melemahkan saraf-saraf tubuh sehingga efeknya mama akan lemas dan tertidur tanpa beban. Kalau satu hari saja tidak ditelan, maka akan sulit untuk tidur, dan fikiran mama akan tegang. Penyakit seperti ini kemungkinan besar akan sulit untuk sembuh seperti semula, harus selalu tergantung dengan obat. Setidaknya itulah analisa para dokter dan psikiater.
Pernah suatu ketika, mama diopname untuk yang kedua kalinya, kali ini sangat parah. Mama diopname di salah satu Rumah Sakit. Dan tidak boleh dibesuk selama beberapa hari.
Masya Allah.....hatiku teriris-iris saat melihat kondisi mama setelah beberapa hari. Tatapannya kosong, seperti tak ada semangat hidup di sana, hampa. Saat kubesuk waktu itu, tak dapat kutahan air mata ini. Kondisi mama sangat memprihatinkan. Seolah-olah mama ingin meninggalkan kami. Seolah-olah mama ingin melepaskan beban yang sedang ditanggungnya.
Ah mama...Aku teringat akan kenangan indah bersama mama dulu. Kehangatan dan keceriaan yang senantiasa hadir di rumah kami. Sapaan lembut mama dan kasih sayangnya yang senantiasa menghiasi hari-hari kami. Sekarang, rumah kami sangat sunyi, ibarat rumah yang tak bercahaya. Pelita itu telah redup. Walau aku sudah berusaha untuk menghidupkan kembali pelita itu tapi tetap saja pelita mama lebih terang. Sangat terang.
Mama, kurindu belaian kasihmu, kurindu senyuman hangatmu, kurindu suaramu yang lembut, kurindu semuanya....
Sudah berbagai cara kami tempuh untuk pengobatan mama, namun mungkin Allah jualah yang menentukan, sampai saat ini mama masih belum sembuh benar.
Duhai Allah, karuniakanlah kesehatan dan kekuatan untuk mama. Karuniakanlah yang terbaik bagi mama, apapun itu. Walau ku tahu hanya puing-puing asa yang sanggup kukumpulkan dari masa lalu dan menjadikannya sebait asa. Sebait harapan yang hanya Engkau yang sanggup mengabulkannya. Berilah kesempatan pada kami ya Rabb, sebelum nafas kami berakhir di dunia ini. Walau ku tahu betapa banyak luka dan duka yang telah kutorehkan untuk mama. Betapa tak sanggup aku membalas setetes pun darah yang telah dikeluarkan mama. Walau ku tahu mama tetap menyayangi dan melupakan kesalahan-kesalahanku, tapi aku hanya ingin berbakti padanya. Aku hanya ingin menghilangkan kehampaan dan kekosongan jiwanya. Hanya Engkaulah penolong kami, hanya Engkaulah tempat kami mengadu dan berserah diri.
Duhai Allah, kuharap juga semoga sebait asa itu mampu kurangkai kembali menjadi sebuah puisi indah, yang kan kupersembahkan pada mama saat mama memperoleh yang terbaik dariMu ya Rabb...
Mama...kuatkan hatimu, teguhkan tekadmu, anakmu ada di sampingmu ma, walau pelita yang kuberikan tak mampu menyinari hati mama, tapi sebait asa itu akan diberikan Allah untuk menyinari hatimu ma, dengan cahaya Allah, cahaya di atas cahaya, berlapis-lapis, hingga kita akan bertemu kelak bersama-sama di tempat terindah, JannahNya...
Mama...air mataku tak mampu mebasahi hatimu yang kering, namun kasih sayangmu tak akan mampu kubalas sampai kapanpun.
Mama..kuyakin mama akan bangkit kembali, dunia ini indah ma, lihatlah, optimislah, raihlah semangat hidup itu kembali ma, Allah kan selalu menyayangi kita.... kupersembahkan sebait asa ini untukmu ma.
“Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku, dosa kedua ibu bapakku, dan sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku sewaktu aku kecil”
Created by : Hanan2jahid, mama yang slalu kurindu....